Jumat, 27 Agustus 2021

Pelajar NU NGT

Istilah Ulama dalam NU

Dalam Al-Qur’an, sebagaimana dise­butkan dalam Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an, kata ulama disebutkan dua kali dan kata ‘alim sebanyak 18 kali.

 

Kata ulama merupakan bentuk jamak dari ‘alim, yang artinya orang yang memiliki ilmu. Sebagai isti­lah, artinya orang yang ahli atau memiliki penge­tahuan ilmu agama Islam dan ilmu penge­tahuan kealaman (al-‘ulum al-kauniy­yah), yang dengan pengetahuannya ter­sebut memiliki rasa taqwa, takut, tunduk kepada Allah SWT. Meskipun istilah ulama berasal dari bentuk jamak dalam bahasa Arab, pemaknaannya dalam bahasa Indonesia tunggal.

Dalam Al-Qur’an, sebagaimana dise­butkan dalam Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an, kata ulama disebutkan dua kali dan kata ‘alim sebanyak 18 kali.

Penyebutan kata al-‘alim (dalam ben­tuk tunggal) semuanya mengacu ha­nya kepada Allah, tidak kepada selain-Nya. Penggunaan kata ini diiringi de­ngan penciptaan bumi dan langit serta hal-hal yang ghaib dan yang nyata. Ini mengindikasikan bahwa munculnya pe­ngetahuan manusia berbarengan de­ngan munculnya ciptaan-ciptaan Tuhan.

Dalam pandangan Syaikh Al-Baijuri dalam kitab Hasyiyah-nya, yang disebut alim itu adalah orang yang disifati pada dirinya keilmuan sekalipun dengan pe­ngetahuan pada suatu masalah saja, baik diperoleh dengan usaha belajar mau­pun ilham dari Allah (al-faydh al-ilahi) atau ilmu ladunni. Dalam pandang­annya yang lain, ada gelar ‘Allamah, ben­tuk kata dari alim lainnya, yang artinya sangat alim, yakni gelar yang ditujukan bagi orang yang meng­gabung­kan yang tersirat dan tersurat, menga­malkan pengetahuannya.

Prof. Muhammad Quraish Shihab, ahli tafsir kontemporer Indonesia, meng­atakan bahwa yang dimaksud dengan ulama ialah orang yang mempunyai penge­tahuan tentang ayat-ayat Allah SWT, baik yang bersifat kauniyyah (feno­mena alam) maupun Qur’aniyyah (me­nge­nai kandungan Al-Qur’an). Pendapat­nya ini diinduksi dari dua ayat Al-Qur’an yang masing-masing menyebut kata “ulama”. Ayat pertama ialah firman Allah SWT dalam surah Fathir (35): 28, “Dan de­mikian (pula) di antara manusia, bina­tang-binatang melata, dan binatang-bina­tang ternak, ada yang bermacam-ma­cam warnanya (dan jenisnya). Se­sungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ula­ma. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.”

Firman Allah SWT ini disajikan dalam konteks ajakan Al-Qur’an untuk mem­perhatikan berbagai fenomena alam be­rupa turunnya hujan dari langit, aneka ra­gam buah-buahan, gunung, binatang, dan manusia (QS 35: 27). Selanjutnya, Qu­raish Shihab mengatakan bahwa ula­ma adalah orang yang pengetahuan­nya mengantarkannya kepada pengeta­huan tentang kebenaran Allah SWT ser­ta me­lahirkan sikap tunduk, taqwa, dan khasy-yah (takut), apa pun disiplin ilmu­nya.

Pada mulanya kata tersebut berlaku bagi sebutan semua komunitas dan orang yang berkecimpung dalam la­pangan ilmu pengetahuan, agama Islam dan umum. Kemudian, mulai abad ke-2 H/8 M muncul aneka ragam disiplin ilmu serta benih-benih dikotomi di antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Se­jak itu sebutan “ulama” tenggelam da­lam sebutan baru yang sesuai dengan ilmu yang digeluti. Umpamanya, orang yang bergelut di bidang ilmu fiqih disebut “faqih”, orang yang mendalami studi hadits disebut “muhaddits”, orang yang ahli dalam menafsirkan Al-Qur’an disebut “mufassir”, orang yang menda­lami ilmu kalam disebut “mutakallim”, dan orang yang menekuni ilmu filsafat disebut “filsuf”. Bersamaan dengan itu, sebutan “ulama” secara denotatif me­nunjuk ke­pada komunitas orang yang secara khu­sus menekuni pengetahuan dan urusan keagamaan.

Pengertian denotatif tentang ulama ini, jika dihubungkan dengan asal-usul kebahasaannya, adalah “orang-orang yang memusatkan segala usaha dan perhatiannya untuk menafsirkan makna wahyu, mendefinisikan makna-makna nash secara terperinci, dan menggali hukum dengan bertitik tolak dari makna-makna itu”. Penggalian hukum, dengan demikian, menjadi tugas utama ulama.

 

Tugas Ulama

Berdasarkan hadits yang diriwayat­kan Imam Al- Bukhari, ulama adalah ahli waris para nabi. Oleh sebab itu, sesuai de­ngan tugas kenabian dalam mengem­bangkan Al-Qur’an, ada empat tugas utama yang harus dijalankan oleh ulama.

Pertama, menyampaikan ajaran Al-Qur’an, sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Ma’idah (5): 67, “Hai Ra­sul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.”

Kedua, menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an, sesuai dengan firman Allah dalam surah An-Nahl (16): 44, “.... Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan....”

Ketiga, memutuskan perkara yang dihadapi masyarakat, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah (2): 213, “.... Dan Allah menurunkan bersama mereka kitab dengan benar untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan....”

Keempat, memberi contoh penga­laman, sesuai dengan hadits ‘Aisyah RA, yang menyatakan, perilaku Rasulullah SAW adalah praktek terhadap Al-Qur’an (HR Al-Bukhari).

Klasifikasi Ulama

Imam Al-Ghazali membagi ulama ke dalam dua kategori, yaitu ulama dunia dan ulama akhirat. Ulama dunia adalah orang-orang yang dengan ilmunya ber­tujuan semata-semata untuk menca­pai kesenangan, kedudukan, dan kehormat­an di dunia, sedangkan ulama akhirat adalah sebaliknya. Menurut Imam Al-Ghazali, ulama dunia digambarkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya QS Ali-Imran (3): 99 dan 187.

Kaum ulama kelak akan menda­pat­kan kedudukan lebih tinggi di surga di­ban­ding dengan yang bukan ulama, ka­rena ulama memiliki ilmu yang diman­faat­kannya untuk dirinya sendiri maupun orang lain, sesuai firman Allah QS Al-Mu­jadilah: 11, “.... Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberikan ilmu (ulama) be­be­rapa derajat.. ..” dan hadits yang berbunyi: Perumpamaan keutamaan orang alim atas orang abid seperti keutamaanku atas orang yang paling hina di antara kalian (para sahabat). Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya serta penghuni langit dan bumi hingga semut di lubangnya dan ikan di laut benar-benar akan meman­jat­kan sha­lawat bagi orang alim yang meng­ajarkan kebaikan kepada manusia (HR At-Tirmidzi).

(Sumber : Catatan Peserta Makesta 2021 materi Ke-NU an)

Pelajar NU NGT

About Pelajar NU NGT

Author Description here.. Nulla sagittis convallis. Curabitur consequat. Quisque metus enim, venenatis fermentum, mollis in, porta et, nibh. Duis vulputate elit in elit. Mauris dictum libero id justo.

Subscribe to this Blog via Email :